Ketika Gerombolan Masuk Hutan

 

Matamatanews.com,JAKARTA—Pesimisme yang merebak di segala sektor kehidupan rupanya bertolak belakang dengan prestasi di bidang perlindungan alam. Kinerja pemerintah yang terus disorot dan di kecam lantaran dianggap kurang mampu, ternyata meningkatkan kesejahteran dan kocek para perusak lingkungan,secara signifikan.

Prestasi kesejahteraan para perusak lingkungan, baik hutan dan eko sistem lainnya bisa dilihat dari beragam bencana atau musibah diberbagai daerah di negeri ini. Di tengah kehidupan yang serba sulit, seharusnya citra lingkungan berikut pelengkapnya bisa menjadi celengan penyelamat dimasa mendatang.

Bagi sekelompok orang ,hutan berikut isinya bukan sekedar pelengkap penghijauan yang enak dipandang, tapi juga merupakan lumbung kehidupan hakiki. Karena itu, sangat beralasan bila kemudian hutan menjadi pasar gelap bagi segelintir orang lantaran cukup menjanjikan dan banyak mengeduk keuntungan!

Sebagian kalangan yang berpikiran plitis menganggap bahwa rusaknya hutan dan minimnya pelestarian lingkungan merupakan gejala gejala alam semesta. Tapi sejatinya kerusakan lingkungan berupa hutan merupakan kejahatan terencana yang disusun secara sistematis dan rapi.Untuk mempertahankan dan menjaga kepentingan jangka panjang hutan-hutan di Indonesia, sudah sepatutnya bila para penggarap liar yang menjadikan hutan sebegai ladang subur pembalakan diberikan efek jera.

Kepatutan dan kepantasan untuk menjadikan hutan sebagai asset mestinya menjadi prioritas yang tidak terpisahkan dalam skema kerja eksekutif maupunm legislative. Dengan azas itu, kemungkinan martabat hutan kita akan lebih terhormat dimata internasional, bukan sebaliknya hitam legam!. Persepsi bahwa pelestarian lingkungan di Indonesia masih karut marut, memang tidak sepenuhnya dan tidak selamanya benar.

Tapi indikasi adanya perusakan lingkungan berupa hutan Mangrove, itupun bukan asal celoteh dan dan jeblak. Pasalnya, dalam konteks pelestarian lingkungan,persepsi Indonesia terlanjur disorot dunia internasional lantaran tersandung kasus illegal loging. Namun itu tidak otomatis membuat citra Indonesia terpuruk dan loyo serta letoy. Ambisi menyelamatkan bumi dari perusakan lingkungan sudah saatnya digalakkan, bukan sekedar basa-basi atau slogan kampanye. Apalagi, Desember 2007 lalu, tepatnya di Bali, Konvensi Perubahan Iklam digelar di ikuti sekitar 10 ribu orang dari 190 negara.

Konvensi ini membahas isu utama pengurangan emisi gas rumah kacam dan salah satu solusi yang ditawarkan ialah pemberian insentif untuk Negara pemilik hutan melalui perdagangan karbon. Dari Indonesia selalu tuan rumah mengemban misi meloloskan skema pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi (REDD). Misi ini seakan imbalan sebagai upaya penjagaan kandungan karbon di hutan dan tanah gambut.

Kini kita kehabisan kata untuk mengatakan keprihatinana tentang pelestarian hutan, misi yang seharusnya bisa menjadikan potret kebanggaan seakan berkata buruk muka cermin dibelah.Apanya yang bisa dijual Indonesia di saat deru mesin tebang kayu melaju kencang dan perusakan lingkungan terus berlanjut? Dan seberapa banyak hutan kita yang masih bisa diselematkan dan disisakan oleh para perusak lingkungan?? Memang terlampau lama kita menyadari, betapa kronis dan imunnya para perusak lingkungan hingga nyaris tak tersentuh oleh tangan hukum.

Mereka seperti gerombolan serigala yang siap menerkam siapa saja yang mencoba mengusik kenyamanan bisnisnya. Mereka seakan berhak menggunduli hutan dan menguras isinya, tanpa sedikitpun rasa takut, mereka kerap berlindung di balik kepentingan masyarakat, bahwa penabangan dilakukan atas dasar permintaan penduduk lokal.

Perusak lingkungan, kini bukan lagi himpunan orang-orang cerdas melainkan berubah menjadi kumpulan para pesakitan, yang hidupnya pun patut dikasihani.. Lembaga wakil rakyat dan politikus, kini rama--ramai membicarakan soal lingkungan hidup, seakan baru terbangun dari tidur panjangnya. Dari hotel berbintang hingga kubangan becek, go green dibicarakan tak ubahnya vitamin yang menyehatkan. Sehingga pejabat,selebriti bahkan politikus kurang genah dan afdol bila aksi go green-nya tidak diliput media, seakan khawatir disejajarkan sebagai orang yang terbelakang dan gagap soal lingkungan.

Kini sejarah mencatat bahwa pelestarian lingkungan bukan saja dibutuhkan, tetapi juga diperlukan. Tidak sesulit yang di bayangkan untuk menjadikan lingkungan putih bersih, akan tetapi bisakah kita menjaga dan melestarikannya seperti keinginan banyak orang? Menguatnya kepedulian lingkungan oleh banyak kalangan semakin membuktikan bahwa persoalan lingkungan semakin terhormat dibicarakan. Memang…(Samar)

 

 

 

sam

No comment

Leave a Response