Menunggu Sinyal Keberanian KPK Menelisik Kasus KKN Pengesahan Bupati Talaud Terpilih

 

Matamatanews.com, JAKARTA—Juni Mendatang bila tidak ada aral melintang Dr Elly Engelbert Lasut (E2L) akan menduduki kembali jabatan sebagai Bupati Kepulauan Talaud terpilih  untuk periode 2018 hingga 2024. Politisi Golkar yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Berkarya Sulawesi Utara  ini tampaknya masih harus menghadapi kemungkinan proses hukum penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari mulai dugaan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri yang diduga bermasalah lantaran bisa berubah dan berlaku surut sedemikian rupa.

“Ini patut diduga terjadi persekongkolan atau kerjasama dengan pihak Kementerian Dalam negeri. Tujuannya satu, yaitu untuk meloloskan salah satu kandidat menjadi Bupati Talaud. Kenapa kami hadir ke KPK karena melihat ini mungkin ataupun kita duga telah terjadi praktik atau kolusi ataupun nepotisme, dan selanjutnya kita memohon kepada KPK untuk menyelidiki. Memang belum ada  temuan secara fakta, misalnya ada pemberian ataupun menjanjikan sesuatu penyalahgunaan jabatan oleh Kemendagri,” jelas Arco SH, yang didampingi rekan sejawatnya Fernando SH dan Guntur Pardamean selaku kuasa hukum untuk pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Talaud, Welly Titah dan Heber Pasiak kepada Matamatanews.com, beberapa waktu lalu selepas menyerahkan berkas laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut ketiga pengacara dari Chasea Ujung & Associates Law Office ini, E2L masih menyisahkan sejumlah perkara terkait ke-absahannya ketika mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lalu, dimana patut diduga keras telah menggunakan “Surat Keputusan Mendagri Bodong” yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri RI) Republik Indonesia atas pencalonan dirinya sebagai Calon Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut).

Seperti diketahui, SK Mendagri RI Nomor 132.71-3201 dengan kop surat Menteri Dalam Negeri dan ditetapkan Gamawan Fauzi yang ditandatangani a.n Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Sekretaris Ditjen Otda Susilo, tertanggal 24 Juni 2014 telah mensahkan Pemberhentian Bupati Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara, Dr Elly Engelbert Lasut lalu digantikan oleh Constantine Ganggalie, ME (Kepmendagri Nomor 132.71-517 Tahun 2009 , tertanggal 16 Juli 2009).

Diberhentikannya Dr Elly Engelbert Lasut sementara dari jabatan (SK Mendagri RI Nomor 132.71-3201 Tahun 2014) karena dirinya telah menjadi Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi dan masa jabatannya berakhir 21 Juli 2014 lalu. Disamping itu, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1122.K/Pid.sus/2011 tanggal 10 Agustus 2011 menyebutkan bahwa Dr Elly Engelbert Lasut, Bupati Kepulauan Talaud Dijatuhi Pidana Penjara selama 7 (tujuh) Tahun, karena secara sah dan meyakinkan “Terbukti Bersalah” telah melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.

Sementara melalui SK Mendagri Nomor 131.71-3241 Tahun 2017 dengan kop surat Mendagri yang ditetapkan Mendagri Tjahjo Kumolo tertanggal 2 Juni 2017, serta ditandatangani a.n Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Sekretaris Ditjen Otda, Drs.Anselmus Tan, MPd, berisi Perubahan atas Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 131.71-3200 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Bupati Kepuluan Talaud Provinsi Sulawesi Utara.

Dengan pertimbangan, point © bahwa berdasarkan keputusan Mendagri RI Nomor 131.71-3200 Tahun 2014 tanggal 24 Juni 2014 menyebut Dr Elly Engelbert Lasut diberhentikan dari jabatannya sebagai Bupati Kepulauan Talaud masa jabatan Tahun 2009 – 2014 Terhitung sejak ditetapkan tanggal 24 Juni 2014 yang seharusnya Terhitung sejak Putusan Mahkamah Agung yang telah memiliki kekuatan hokum tetap tanggal 10 Agustus 2011.

Lewat SK Mendagri Nomor 131.71-3241 Tahun 2017 yang patut diduga keras merupakan “SK Mendagri Bodong” oleh pengacara dari Chasea Ujung & Associates Law Office, menjadi pintu masuk E2L pada Pilkada serentak 27 Juni 2018 di Sulawesi Utara.

Dibagian lain, praktisi hukum sekaligus pegiat anti korupsi, Irnawan Rustansyah,SH,MH, mengatakan, bahwa KPK  punya kewenangan untuk menyelidiki terkait mengenai SK Mendagri yang menetapkan perubahan Diktum Kedua Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.71-3200 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Bupati Kepulauan Talaud provinsi Sulawesi Utara, yang awalnya berbunyi Keputusan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan menjadi Keputusan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut terhitung sejak tanggal 10 Agustus 2011 dan seterusnya.

“Kini hanya tinggal menunggu keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas agar masyarakat puas dan tidak terbebani dengan berbagai macam rumor yang berkembang. Bila SK tersebut ada,harusnya ditunjukkan ke public,bukan sebaliknya berdalih macam-macam.Persoalan ini hanya bisa diselesaikan dengan keterbukaan dari pernyataan Mendagri,bukan dari  seorang direktur maupun lainnya,” jelas Irnawan  disela kesibukannya,kemarin di Jakarta.

Meski kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah di demo oleh  Forum Pemuda Kepulauan Talaud (FPKT) pada Jum’at (5/2019) lalu , dan meminta agar Menteri Dalam Negeri mencabut SK Nomor.131.71-3241 Tahun 2017 yang isinya tidak memenuhi rasa keadilan hingga membuat E2L bebas dari jerat hukum, namun sejauh ini pihak Kemendagri belum memberikan jawaban yang memuaskan.

Begitupun dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski telah dilaporkan namun hingga kini jawabannya masih normatif, namun demikian masyarakat Kepulauan Talaud terutama Forum Pemuda Kepulauan Talaud (FPKT) berharap seyogyanya KPK mengkonfirmasi keaslian surat SK tersebut.

“Jangan sampai dilantik bulan Juni mendatang, karena ada potensi dugaan korupsi pengadaan pesawat, artinya ada temuan lagi. Harapannya jangan sampai dilantik atau Mendagri membatalkan pelantikannya,” tegas Arco mengingatkan.(cam)

 

 

sam

No comment

Leave a Response