Pembelian Helikopter VVIP AW101 Jadi Polemik

 

Matamatanews.com, JAKARTA – Pembelian helikopter AgustaWestland AW101 tidak diketahui oleh Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Menhan menerangkan bahwa, pada awalnya AW101 dipesan untuk helikopter kepresidenan, sehingga dibeli melalui Sekretariat Negara (Setneg).

"Itu dulu (dibeli untuk) pesawat kepresidenan. Pesawat presiden itu melalui Setneg. Uangnya dari Setneg. Jadi Menteri Pertahanan enggak tahu apa-apa," ujar Ryamizard seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2017).

Desember 2015 silam, Presiden Joko Widodo menolak usulan TNI Angkatan Udara terkait pengadaan helikopter VVIP jenis AgustaWestland AW101. Menurutnya pembelian helikopter VVIP itu terlalu mahal di tengah kondisi ekonomi nasional yang belum stabil. Namun setelah satu tahun, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski mendapat penolakan presiden.

27 Desember 2016 lalu, Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna menuturkan bahwa penolakan Presiden berkaitan dengan pembelian AW101 untuk VVIP, sementara helikopter yang dibeli pada akhir 2016 untuk pasukan dan SAR tempur.

Namun Ryamizard menegaskan bahwa, pesawat tersebut tetap melalui Setneg karena diperuntukkan sebagai pesawat kepresidenan. "(Pembelian) bukan melalui Kemenhan, melalui Kemenkeu (Kementerian Keuangan). Karena Kemenkeu memfasilitasi kalau Kepresidenan langsung ke Setneg, Jadi waktu kerja (beli), Panglima enggak tahu, saya juga enggak tahu. Setneg yang tahu," kata Ryamizard.

Disisi lain, Panglima TNI juga mengaku tidak mengetahui soal pembelian helikopter tersebut. Dirinya juga menyinggung kewenangannya sebagai Panglima TNI juga dibatasi dengan adanya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015. "Saya tidak mengatur anggaran AU berapa, AD berapa, AL berapa. Anggaran langsung tanggung jawab ke Kemenhan, tidak melalui Panglima," ujar Gatot.

"Dengan demikian, Panglima sulit bertanggung jawab dalam pengendalian terhadap tujuan sasaran penggunaan anggaran TNI, termasuk angkatan," tambahnya.

Panglima TNI juga mengaku sulit mengendalikan penggunaan anggaran TNI, sementara pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijelaskan bahwa TNI berada dibawah koordinasi Departemen Pertahanan (Kemenhan). Meski begitu, Gatot juga mengatakan bahwa TNI bukanlah bagian dari unit operasional Kemenhan, sebag pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa TNI terdiri dari AD, AL, dan AU yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.

"Saya buka ini seharusnya sejak 2015 tapi berkaitan dengan saya, saya buka ini untuk menyiapkan adik-adik saya. Karena saya mungkin besok bisa diganti, paling lambat Maret saya harus diganti. Kalau ini terjadi terus, maka kewenangan di bawah Panglima TNI tidak ada," ujar Gatot.

"Kita pernah mengalami bagaimana helikopter AW101 sama sekali TNI tidak tahu," lanjut Gatot. [Did/Kmp/Berbagai Sumber]

sam

No comment

Leave a Response