Prof.Dr.Li Wan Nan Meneliti Keterkaitan Antara Indonesia Dan China

Matamatanews.com, PURWOKERTO—Dalam pertemuan ilmiah yang diadakan FISIP Unsoed Purwokerto yang bertajuk The 3rd International Conference on Social Transformation, Community And Sustainable Development (STCSD), peneliti dari Jinan University China Prof. Dr. Li Wan Nan menyampaikan tema Trade Imbalances between China and Indonesia. 

Pada kasus ini Dr. Li Wan menjelaskan alasan Indonesia dan China menjadi studi kasus, beberapa alasannya adalah karena Indonesia adalah negara dengan negara kepulauan tersebesar di dunia dan negara terbesar di Asia Tenggara, kedua karena China adalah negara terbesar kerja sama dengan Indonesia, ketiga adalah kerjasama penunjang (Copoperation Fulcrum) dan keempat adalah karena dewasa kini hubungan ekonomi dunia dianggap mengalami perubahan selama perang persaingan perdagangan yang dialami oleh China dan Amerika. perang perdagangan antara China dan Amerika.

Dr. Li Wan menjelaskan bahwa Defisit perdagangan Indonesia dengan China telah tumbuh signifikan dari masa ke masa, hal tersebut dapat mengurangi surplus perdagangan Indonesia secara keseluruhan. 

"Defisit perdagangan Indonesia dengan China tersebut disebabkan oleh komoditas ekspor Indonesia ke China, dan juga memiliki daya saing impor dari China yang tinggi. Kemudian dapat dilihat dari sudut pandang makro ekonomi, defisit perdagangan Indonesia dengan China tidak menjadi masalah, karena defisit transaksi tersebut berjalan sebagaimana Indonesia dibiayai dengan arus investasi, dalam hal tersebut Imvestor China memainkan peran yang besar dalam proses melewati komitmen mereka terkait pedagangan terhadap FDI dan investasi portofolio, khususnya dalam bentuk pinjaman oleh bank-bank China ke Indonesia dan juga implementasi proyek-proyek infrastruktur, " jelasnya.

Namun, dari segi ekonomi mikro dan juga segi politik menurutnya defisit perdagangan Indonesia dan China dianggap menjadi sebuah masalah. 

"Dalam istilahnya, produsen di Indonesia merasa kesulitan untuk bersaing dengan produk-produk yang diimpor dari China yang juga dianggap dapat merugikan kesempatan kerja dan peluang pendapatan di Indonesia. Perkembangan tersebut tentu memiliki dampak politis, karena merupakan salah satu elemen dari sentimen anti-China yang baru lahir yang telah memupuk argumen antipati terhadap ACFTA. Setelah itu, sentimen nasionalisme ekonomi memainkan peran dalam pemilihan presiden dan parlemen di Indonesia pada tahun 2014 dan 2019 yang juga hal tersebut menambah kekhawatiran tentang kecenderungan ke arah proteksionisme pada negara ini, " pungkasnya. *(hen/berbagai sumber)

redaksi

No comment

Leave a Response