Tesis dan Harapan Baru Membangun Indonesia Itu

 

Matamatanews.com, JAKARTA— Ir Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia terpilih, tatkala menyampaikan  pidato Kenegaraan pertamanya usai dilantik di Gedung DPR/MPR RI. Ia mengutip dengan intonasi kuat “Jalesveva Jayamahe’’ yang berarti di laut kita jaya, Jokowi mengatakan Bangsa Indonesia sudah terlalu lama melupakan pentingnya pembangunan dan memajukan sektor maritim. Padahal dua pertiga wilayah NKRI merupakan laut. ‘’Kita terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, kita akan mengembalikan semua.’’ Tegas Jokowi saat itu.

Lebih lanjut Presiden Jokowi mengatakan. ‘’Kita harus memiliki jiwa pelaut yang berani mengarungi samudera dengan gelombang yang menggulung, naik ke atas kapal Republik Indonesia dan berlayar bersama Republik  Indonesia. Kita akan menghadapi gelombang  dan badai samudera dengan kekuatan sendiri. Saya akan berdiri bersama rakyat dan konstitusi,’’ katanya.

Usai mendengar pidato Presiden, sejenak termanggu manggu. Jokowi sungguh piawai serta memberi harapan baru untuk membangun Indonesia. Secara geografis dengan cerdas mengindetifikasi keteledoran Bangsa ini dalam memahami letak serta kondisi geografis dan yang pasti bakal bermuara kepada geopolitik dan ekonomi.

Luas lautan di banding dengan luas daratan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi Negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan laut untuk memajukan maritimnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis, peran laut menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu Negara.

Wilayah lautan Indonesia yang luasnya mencapai 3,2 Juta km, dengan rentang panjang pantai yang lebih dari 95.000 km, membuat Indonesia menjadi negeri dengan wilayah pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, serta memiliki tidak kurang 17.000  pulau dengan sumber daya alam yang beragam, dan angkatan kerja yang besar

Maka membangun Ekonomi Indonesia berbasis kelautan akan lebih memberi harapan besar untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dan ini merupakan anugerah yang sangat luar biasa bagi Bangsa Indonesia. Potensi ekonomi maritim ini jika dikelola dan diekplorasi dengan lebih baik dan benar.

Data food and Agriculture Organization di 2012, Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah Cina dan India. Selain itu, perairan Indonesia menyimpan 70 persen  potensi minyak karena terdapat kurang lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia.

Dari angka ini hanya sekitar 10 persen yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan. Menurut jurnal Ilmiah Maritime Economic and Logistic (MEL) palgrave Macmilan. Ekonomi Maritim dan Logistik adalah studi terintegrasi tentang transportasi laut dan Kepelabuhan.  Konsep ini di perkenalkan pada tahun 1999 oleh Prof. Hercules Hararambides dari Universitas Erasmus Rotherdame Belanda. Herkules juga memasukan fokus terma logistic maritim, khususnya optimalisasi terminal cointainer dan jaringan Transportasi laut.

Karena itu gagasan Presiden Jokowi membangun proyak Tol Laut yang di proyeksikan sebagai solusi logistik terintegrasi untuk mengikis disparitas Indonesia Barat dan Timur.

Aktivis sosial, budaya dan sekarang Dirjen Kebudayaan Dr Hilmar, sejumlah kendala masih menghadang upaya untuk mengklaim ruang maritim, baik dari sisi kebijakan perdagangan, infastruktur, keamanan dan sebagainya. Tidak cukup hanya membuat sejumlah kebijakan  baru, menambah jumlah kapal, infrastruktur, memberi insentif pemodal saja. “Karena sejatinya ini adalah masalah kebudayaan.” 

Lebih lanjut Hilmar mengatakan (2014) beberapa tahun silam, ada beberapa hal yang bisa  ditempuh antara lain; menyadari laut adalah bagian dari ruang sosial dan kultural, mempelajari berbagai ritme yang satu unggul dari yang lain. Yang ketiga, perlunya tindakan.

Alfred Thayer Mahan, seorang perwira tinggi angkatan laut Amerika Serikat, dalam bukunya ‘’The influence of sea power upon history’’ mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu Negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu Negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu Negara atau bahkan meruntuhkan Negara tersebut. (Indrita Hardiana SH dan Benecdita T Sip)

Seperti yang pernah di sampaikan oleh Perdana Mentri Djuanda Kartawidjaja yang mendeklarasikan Indonesia sebagai archipelagic-state atau Negara kepulauan pada 1957.” Yang idak bisa di pungkiri bahwa Indonesia secara geografis merupakan sebuah Negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan.

Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di haampir setiap pulau di Indonesia (kurang lebih_81.000 km) yang menjadikan Indonesia urutan kedua setelah Kanada sebagai Negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang merupakan potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia yang berbasis Kelautan. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) disebutkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Dalam hal ini diharapkan Pemerintah untuk mengolah sumber daya alam laut ini, memang diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, modernisasi teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan dalam APBN. Dengan demikian bakal   memberi keuntungan ekonomi bagi Negara dan masyarakarat. Alfred Thayer Mahan, persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan karakter penduduk serta yang paling penting adalah karakter pemerintahannya.

Hilmar Farid, sejarawan dan aktivis Sosial dalam Pidato kebuayaan Di Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki Jakarta. Mengatakan, total kontribusi kelautan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia saat ini hanya sekitar 20 persen. Ini bukan perkara preferensi atau prioritas dalam pembangunan tapi menyangkut keselamatan dan masa depan.

Pembangunan ekonomi yang bertumpu di daratan memang berhasil membawa Indonesia ke dalam kelompok 16 besar perekonomian dunia dan meningkatkan PDB perkapita dari USD 1.161 menjadi USD 3.556. meningkat tiga kali lipat! Tapi pada saat bersamaan indeks pembangunan manusia kita merosot dari 0,697 menjadi 0,629. Dalam bahasa yang lebih lugas yang kaya semakin kaya, yang miskin samakin miskin.Ketimpangan juga terjadi  secara geograpis antara daerah berpendapatan tinggi seperti Kalimantan Timur dan Jakarta dengan daerah seperti Nusa Tenggara.

Lebih lanjut Sejarawan dan aktivis soasial ini, dalam menyampaikan pidato kebudayaan berjudul Arus Balik Kebudayaan: sejarah sebagai kritik, pada 10 November 2014 di TIM. Menyebut tentang Majapahit, Sriwijaya yang megah dengan kejayaannya, ‘’kita perlu belajar tentang Majapahit bukan tentang kejayaannya tapi kejatuhannya yamg menimbulkan arus balik yang hebat dalam sejarah’’. Demikian tesis dan harapan baru itu, entah kemana sekarang. (KH Ronggosutrisno, wartawan Matamatanews.com)

 

redaksi

No comment

Leave a Response