Arogansi Pemerintah Cina Terhadap Warga Muslim Uighur

 

Matamatanews.com, CINA – Miris, warga muslim Uighur mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari pemerintah Cina. Pasalnya, pemerintah Cina meluncurkan sensus yang hanya tertuju pada warga muslim Uighur dengan maksud mengetahui apakah mereka mempunyai bakat menjadi teroris atau tidak.

Seperti dilansir dari RFP, Selasa (18/07/2017), setelah 10 Juli yang lalu, Komite Lingkungan Jalan Hebei Barat di Ibu Kota Urumqi menyebar hasil sensus tersebut. Isi lembaran itu tercantum bahwa sensus yang dilakukan hanya untuk etnis selain Han, namun pada kenyataannya justru hanya orang-orang Uighur yang mendapatkan lembaran sensus tersebut.

Dalam lembaran itu terdapat 13 nama warga Uighur, dan nilai potensi mereka melakukan aksi teror. Ada sepuluh poin evaluasi, jika diberi nilai penuh makan akan berjumlah seratus. Alasan mengapa hal itu dilakukan yakni, sebagai antisipasi dan mengenali orang Uighur yang dianggap dapat menjadi radikal.

Poin itu meliputi usia, apakah bekerja atau pengangguran, apakah memiliki paspor, apakah rajin salat, apakah memahami ajaran Islam, apakah pernah berkunjung ke negara yang dianggap sarat dengan jejaring teroris, apakah pernah terlambat pulang kampung, atau memiliki kerabat di luar negeri, terakhir apakah anak-anak mereka bersekolah di rumah.

Jika nilai dari sepuluh poin tersebut memiliki nilai 80 atau lebih, maka orang Uighur itu dianggap tidak mempunyai bakat radikal. Namun sebaliknya, jika nilainya dibawah 50 maka dia akan diawasi penuh oleh pemerintah Cina.

Saat dikonfirmasikan maksud dan tujuan sensus terhadap warga uighur, Komite Politik dan Hukum Parta Komunis Cina wilayah Urumqi menyatakan tidak pernah menerbitkannya. Menurut mereka, sensus itu justru dibuat oleh Komite Lingkungan.

Narasumber di Komite Politik dan Hukum Partai Komunis Cina yang tidak ingin disebut namanya mengatakan, “Kami hanya memeriksa dokumen itu ke bagian keagamaan dan membandingkannya dengan milik kami. Kemudian kami sahkan dengan stempel. Tujuannya memang untuk mengumpulkan informasi tentang warga di wilayah kami," ujarnya.

Presiden Asosiasi Uighur Amerika, Ilshat Hassan mengecam sensus yang dianggap konyol itu. Menurutnya, dengan meluncurkan sensus tersebut sama halnya bahwa pemerintah Cina menganggap warga Uighur adalah teroris atau penjahat.

“Hal itu mengingatkan kami dengan perlakuan Nazi Jerman yang juga melakukan sensus buat mengenali kaum Yahudi, menganggap mereka ancaman, dan akhirnya terjadi perburuan dan pembantaian kaum Yahudi (holocaust) selama Perang Dunia II,” kata Ilshat.

Ilshat juga menambahkan, dengan sensus diskriminatif seperti itu, Cina seperti memandang orang Uighur bukan warga mereka. Warga Uighur dianggap teroris hanya karena latar belakang kesukuan.

“Pemerintah Cina tidak mempercayai orang Uighur. Menjadi Uighur sama saja dianggap ancaman. Mereka memperlihatkan kebijakan menindas etnis minoritas,” ujar Ilshat.

Sejak 2009 silam, wilayah Provinsi Xinjiang yang menjadi rumah bagi etnis warga Uighur mulai bergolak. Bentrokan dan tindak kekerasan kerap terjadi. Karena kejadian itu, Partai Komuis Cina menganggap warga Uighur terpapar ajaran Islam Radikal. Namun, para pegiat hak asasi manusia menyatakan bahwa hal itu adalah reaksi mereka terhadap kebijakan pemerintah Cina yang mengekang kebebasan beragama.

Didunia luar, pemerintah komunis Cina dikenal sangat membatasi kegiatan warga Uighur. Mereka melarang warga muslim Uighur beribadah. Tak hanya itu, warga Uighur juga dipaksa melepaskan budaya dan tradisi dengan cara melarang menggunakan bahasa Uighur. [Did/Md/Berbagai Sumber]

sam

No comment

Leave a Response