Dian Bayu Firmansyah Sebut, Mitigasi Bencana Ala Jepang Dapat Selamatkan Ribuan Jiwa

 

Matamatanews.com, JEPANG - Dalam rangka bimbingan bagi mahasiswa program OSIP (Overseas Students Internship Program / Program Magang Mahasiswa Luar Negeri), Dosen Prodi S1 Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unsoed Dian Bayu Firmansyah,S.Pd.,M.Pd. mengunjungi mahasiswa FIB di Jepang, dari tanggal 28 Desember 2023 sampai 12 Januari 2024.

Memasuki hari pertama di tahun 2024 dalam paparannya Bayu menjelaskan, Jepang diguncang gempa bumi 7,6 SR yang berpusat di semenanjung Noto di Prefektur Ishikawa dan berpotensi menimbulkan gelombang tsunami setinggi 5 meter berdasarkan info dari Kishoochoo atau Badan Meteorologi Jepang. 

"Otoritas Jepang langsung mengeluarkan peringatan tsunami besar yang merupakan peringatan level tertinggi, dan meminta seluruh penduduk yang tinggal di pinggiran pantai di sekitar semenanjung Noto, Prefektur Ishikawa, Prefektur Toyama, dan Prefektur Nigata untuk segera mengungsi dan menyelamatkan diri ke tempat-tempat tinggi," kata Bayu.

Pada sore hari kata Bayu, gelombang tsunami setinggi 1,2 meter telah tiba di Pelabuhan Wajima. Sampai malam hari gelombang tinggi setinggi 0,3 meter hingga 1,2 meter terpantau di beberapa daerah di prefektur Ishikawa, prefektur Toyama, dan prefektur Niigata, seperti dilaporkan oleh kantor-kantor berita di Jepang. Hal ini berdampak pada terhentinya layanan Hokuriku Shinkansen dari stasiun Nagano sampai stasiun Kanazawa, yang mengakibatkan sebanyak 1.400 orang penumpang tidak dapat melanjutkan perjalanan. 

Gempa juga mengakibatkan padamnya aliran listrik di prefektur Ishikawa, Toyama, dan Niigata, yang memberikan dampak pada 33.000 rumah di daerah tersebut, seperti yang diberitakan oleh NHK. 

"Beberapa orang mengalami luka-luka, serta mengakibatkan kerusakan pada sarana dan prasarana seperti jalan raya yang mengalami retak dan terangkat aspalnya sampai setinggi 15 cm lebih di prefektur Ishikawa dan sekitarnya," kata  Dosen ahli Pendidikan Bahasa Jepang, FIB Unsoed ini.

Menurut Bayu yang juga Pengurus Pusat Bidang Teknologi Informasi Asosiasi Studi Pendidikan Bahasa Jepang Indonesia (ASPBJI) bahwa peringatan tsunami besar level tertinggi ini ditenggarai sebagai peringatan yang sama dengan bencana gempa pada bulan Maret 2011 di wilayah Tohoku, yang mengakibatkan kerusakan reaktor nuklir di prefektur Fukushima. 

Pada kedua peristiwa gempa tersebut, Bayu yang kebetulan sedang berada di Jepang dapat melihat dan merasakan secara langsung bagaimana proses mitigasi bencana yang dilakukan oleh otoritas dan penduduk Jepang. 

Pada tahun 2011, Bayu bekerja di kota Hamamatsu, prefektur Shizuoka, sedangkan pada awal tahun 2024 ini,  sedang berada di prefektur Chiba, yang memiliki lokasi cukup jauh dari kedua pusat gempa besar tersebut. 

Gempa besar yang menimbulkan gelombang tsunami pada tahun 2011 menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa serta mengakibatkan “kelumpuhan” sementara di beberapa daerah di Jepang yang juga berdampak secara tidak langsung ke daerah lainnya. 

"Tahun 2011, perusahaan tempat saya bekerja sampai meliburkan karyawannya selama kurang lebih satu minggu karena terganggunya pasokan material dari daerah Tohoku. Pasokan rantai makanan pun sempat terkendala kala itu," kenangnya.

Awal tahun 2024 ini, Bayu datang lagi ke Jepang untuk  menjenguk dan monitoring mahasiswa  FIB Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), yang sedang melaksanakan proses magang melalui Overseas Student’s Internship Program (OSIP). 

Pada saat terjadi gempa, Bayu baru saja mengunjungi mahasiswa Unsoed yang melakukan magang di Komeda Café, Lalaport Fujimi di daerah Saitama, Tokyo. Dalam perjalanan pulang menuju stasiun Tsuruse, di dalam bis tiba-tiba seluruh telepon genggam serentak berbunyi dan menampilkan notifikasi peringatan gempa serta tsunami, termasuk telepon genggam yang dimiliki oleh Bayu. 

Ternyata peringatan tersebut merupakan peringatan gempa di semenanjung Noto, prefektur Ishikawa yang berpotensi tsunami besar. Peringatan melalui telepon genggam tersebut merupakan salah satu Tindakan mitigasi bencana dari otoritas Jepang, yang cukup ampuh untuk meminimalisir jumlah korban dari bencana. 

Dalam Bahasa Jepang dikenal dengan Kinkyuu Jishin Sokuhoo atau Earthquake Early Warning System, yang memberikan info mengenai akan datangnya getaran gempa kuat. Peringatan tersebut juga telah beberapa kali diterima oleh Bayu selama beberapa kali berada di Jepang dalam periode yang berbeda.. Selain melalui telepon genggam, peringatan tersebut juga disiarkan melalui tv dan radio, terutama setelah terjadinya gempa besar tahun 2011.

Bayu sebagai anggota Asosiasi Studi Jepang Indonesia (ASJI), mengatakan Jepang yang dikenal sebagai negara dengan jumlah bencana alam cukup tinggi, telah membekali penduduknya dengan program mitigasi bencana yang disosialisasikan secara berkala dan berjenjang baik di fasilitas pendidikan seperti sekolah, maupun perusahaan. Sehingga ketika bencana terjadi tidak ada kepanikan berlebihan yang dapat menimbulkan korban jiwa. 

Otoritas Jepang juga mengeluarkan buku panduan multibahasa yang dapat memudahkan bagi orang asing untuk mempelajari tindakan apa yang sebaiknya diambil ketika terjadi bencana alam, baik ketika di dalam rumah, di luar rumah, di dalam kendaraan pribadi maupun transportasi umum seperti kereta dan lain-lain.

Bayu mengungkapkan bahwa sosialisasi mitigasi bencana disertai dengan latihan persiapan bencana yang dilakukan di Jepang secara berkala cukup ampuh memberikan pemahaman kepada penduduk dan mampu mencegah jatuhnya korban jiwa.

Pada gempa awal tahun 2024 ini, Bayu beserta mahasiswa FIB Unsoed yang sedang menjalani proses internship selama satu tahun di Jepang terkonfirmasi dalam keadaan sehat dan baik, karena lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari pusat gempa.

Bayu yang juga punya pengalaman banyak dalam mendapatkan beasiswa/hibah dari Jepang menambahkan bahwa update info pada hari ini Selasa pagi (02 Januari 2024) bahwa korban meninggal dunia ada 6 orang di prefektur Ishikawa. Sedangkan peringatan level tertinggi (mengungsi) sudah dicabut, berganti peringatan untuk siaga (warna kuning) di seluruh semenanjung Pantai Utara Jepang. Bayu berharap, bencana tahun 2024 tidak menimbulkan dampak sebesar gempa besar tahun 2011. Lest pray for Japan. (hen)

 

redaksi

No comment

Leave a Response