Dua Alumni Peternakan Unsoed Belajar Industri Unggas di Eropa

 

Matamatanews.com, PURWOKERTO -Alumni Fakultas Peternakan Unsoed, Sofin Faiz, S.Pt dan Taufiq Nugroho, S.Pt belajar industri unggas di Eropa. Faiz dan Taufiq bersyukur dan senang dapat mengikuti kesempatan yang baik ini untuk memperluas jaringan, menimba ilmu, dan menambah wawasan mengenai studi perunggasan serta banyak hal.

Menurut mereka, negara di Eropa seperti Belanda memiliki efisiensi yang cukup tinggi di industri peternakan, khususnya di bidang perunggasan. Pengetahuan perunggasan dari peternak-peternak di Eropa sudah cukup mumpuni karena sudah terbiasa dengan perubahan dan inovasi, terutama dalam melakukan penelitian dan inovasi untuk menciptakan berbagai produk berkelanjutan.

"Negara di Eropa sudah menggunakan peralatan, teknologi, dan ahli terbaik serta terdapat inovasi teknologi, juga adanya strategi dalam penempatan lokasi industri perunggasannya," ujar Humas Pengurus Pusat Keluarga Alumni Unsoed (PP KAUnsoed) Ir. H. Alief Einstein, M.Hum, Kamis (19/1/2023).

Perkembangan teknologi di industri unggas yang sangat cepat memacu dua anak muda untuk terus bersemangat dalam belajar. Sofin Faiz, S.Pt (Technical Manager GPS Production De Heus Indonesia) dan Taufik Nugroho, S.Pt (Technical Poultry Support Team De Heus Indonesia) yang merupakan alumni milenial Fakultas Peternakan Unsoed angkatan 2004 dan 2010 ini berkesempatan untuk belajar perunggasan di Eropa.

“Jadi acara International Technical Specialist Training ini pesertanya dari berbagai negara yang dipilih oleh pihak yang berkompeten. Kali ini agak berbeda, kalau biasanya pelatihan untuk tema produksi, pakan, manajemen dan sebagainya, sekarang spesialisasi untuk mikroklimat (ventilasi) kandang, yang mana saat ini membutuhkan sistem pengaturan ventilasi yang spesifik saat memelihara ayam,” ujar Sofin Faiz kepada Farid Dimyati selaku Ketua Bidang Publikasi Keluarga Alumni Fakultas Peternakan Unsoed, Jumat (13/1/2023).

Masih kata dia, pelatihan tersebut berlangsung di tiga negara Eropa yakni Belanda, Denmark, dan Jerman dari tanggal 05 - 21 Januari 2023. Untuk tahun ini, tema mikroklimat yang diangkat karena belum banyak pakar yang mendalami di bidang tersebut, sehingga semakin perlu diperbanyak para ahli mikroklimat agar industri unggas (ayam) semakin maju.

“Jadi memang masih jarang sekali ahlinya terutama di Indonesia. Kalau bicara ahli kesehatan ayam, manajemen produksi di kita sangat banyak. Namun memang untuk bidang ventilasi kandang ini masih banyak yang belum aware. Nah masih banyak terjadi pemeliharaan ayam di Indonesia ini yang "missing link" misalnya secara genetik ayamnya bagus, pakannya bagus, pemeliharaan bagus, tapi kok produksinya masih kurang bagus, ternyata di mikroklimat/sistem ventilasinya yang kurang,” lanjutnya.

Selama di Eropa, waktu belajarnya pun cukup padat karena banyak materi yang akan dipelajari. Meskipun kata Sofin Faiz, iklim Eropa dan Indonesia jelas berbeda karena di sana memiliki empat musim, tetapi tujuan akhir dari pelatihan tersebut adalah para peserta diharapkan bisa membuat formulasi (setting ventilasi) yang tepat sesuai dengan lokasi mereka berada.

“Kami tidak hanya belajar mikroklimat, tapi juga sistem pencahayaan kandang, pembibitan (breeding system), bahkan sampai IoT di kandang, di mana sistem ini sudah banyak digunakan di Eropa yang membuat peternakan mereka efektif dan efisien. Kalau sudah pakai IoT ini, data akan lebih bisa dipertanggungjawabkan, kalau hasil pemeliharaan bagus ya datanya bagus, kalau "jelek ya jelek" karena tidak bisa dimanipulasi,” ujarnya.

Oleh sebab itu, sepulang dari belajar di Eropa nanti, ia dan rekannya tersebut akan mengaplikasikan ilmunya di tempatnya bekerja sekaligus untuk disebarluaskan kepada para peternak. Terlebih Sofin Faiz dan Taufik Nugroho ini juga cukup rajin mengedukasi peternak melalui channel YouTube Sofine_Farm.

“Sampai saat ini, kami masih terus mengedukasi peternak di Indonesia. Mereka kebanyakan masih mencontoh tanpa mengetahui konsep dasarnya. Misalkan mereka punya kandang A dan B, biasanya kandang B akan mencontoh settingan-settingannya seperti kandang A. Padahal, bisa jadi lokasi kandangnya berbeda, satu di gunung satunya di pinggir laut. Akhirnya produksi malah tidak maksimal karena pengaturan kandangnya yang keliru,” imbuhnya.

Dalam memajukan industri perunggasan di tanah air, ia mengaku bahwa mengedukasi peternak di Indonesia itu butuh waktu panjang. Namun bagi dirinya, hal tersebut bukanlah suatu masalah. “Lebih baik berjalan meskipun pelan, daripada tidak sama sekali,” tutupnya. (hen)

redaksi

No comment

Leave a Response