Ketua LEI Desak PBB Jatuhkan Sanksi Keras Terhadap Junta Militer Myanmar

 

Matamatanews.com, CANBERRA—Ketua Lembaga Ekonomi Islam (LEI) Abdurrahman Imbang Djaja Chairul sekaligus Deputi Telik Sandi Nusantara (TELSRA) bidang Ekonomi dan Perbankan pada hari Minggu (17/9/2023) kemarin mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)  memperketat sanksi para penguasa militer di Myanmar, termasuk memblokir  berbagai sumber pendapatan utama mereka berupa perusahaan minyak dan gas negara.

Menurut Imbang, sudah saatnya PBB terutama bidang kemenusiaannya menjatuhkan sanksi keras terhadap  junta militer Myanmar yang sedang berkuasa, selain itu ia juga berharap PBB dapat memainkan peran pentingnya untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan yang terus merosot di negara tersebut dengan cara mendesak pemerintah Amerikat (AS) untuk memperketat sanksi terhadap para penguasa militer yang kini sedang berkuasa.

“Sudah saatnya junta militer Myanmar yang kini sedang berkuasa dijatuhkan banyak sanksi oleh perserikatan bangsa bangsa dan  meminta kepada pemerintah Amerika Serikat untuk lebih keras menjatuhkan sanksi dan membekukan asetnya yang berada di luar negeri,” kata Imbang dalam percakapannya dengan Matamatanews.com via ponsel dari Canberra, Australia, Senin (18/9/2023) pagi.

Hal senada juga diungkapkan pelapor khusus PBB untuk urusan Myanmar Tom Andrews pada hari Rabu (13/9/2023) lalu, ia mendesak Amerika Serikat untuk memperkatat sanksi-sanksi terhadap para penguasa Myanmar dengan menyertakan sumber pendapatn utama mereka, yaitu berupa perusahaan minyak dan gas negara.

Andrews mengatakan, bahwa mantan anggota Kongres Amerika Serikat Tom Lantos dalam sebuah dengar pendapat di Komisi Hak Azasi Manusia Kongres Amerika Serikat bahwa ia khawatir dengan berbagai laporan yang menyebutkan bahwa beberapa negara donor termasuk Amerika Serikat, kemungkinan akan mengurangi bantuan bagi para pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar  termasuk Rencana Tanggap Bersama (Joint Response Plan) yang mencakup jatah makan bagi anak-anak Rohingya di Bangladesh yang didanai sebesar 32 persen pada tahun ini.

Andrews memuji Washington yang telah menjatuhkan sanksi kepada Bank Perdagangan Luar Negeri Myanmar dan Bank Investasi dan Komersial Myanmar pada bulan Juni lalu.

“Kita perlu menjatuhkan sanksi…saya mendesak Amerika Serikat bergabung dengan Uni Eropa dan segera menjatuhkan sanksi terhadap sumber pendapatan terbesar junta, Myanmar Oil and Gas Enterprise.” Kata Andrews.

“Jika Anda dapat menghjentikan uangnya, Andaq dapat memotong kemampuan mereka untuk melanjutkan kekejaman ini,” kata Andrews  , mengacu pada kematian warga sipil di tangan militer.Untuk itu Andrews mendesak Washington untuk bekerja sama dengan negara-negara lain untuk memblokir akses junta militer Myanmar terhadap senjata.

Imbang menimpali , pada bulan lalu Washington baru saja memperluas sanksinya terhadap Myanmar dengan memasukkan perusahaan atau individu asing yang membantu junta militer Myanmar untuk mendapatkan bahan bakar jet yang digunakan untuk meluncurkan serangan udara hingga menewaskan sedikitnya 3.900 warga sipil sejak mengambil alih kekuasan pada tahun 2021.

Dan seperti diketahui, pada bulan Mei lalu pelapor khusus PBB untuk urusan Myanmar Andrews pernah mengungkapkan bahwa militer Myanmar telah mengimpor senjata dan bahan pembuat senjata senilai $1 miliar sejak menggulingkan pemerintahan yang terpilih secara demokratis pada Februari 2021, dan Rusia diketahui menjadi pemasok utama bagi junta militer Myanmar.

“Rusia dan Cina terus menjadi pemasok utama system senjata canggih untuk militer Myanmar, masing-masing menyumbang lebih dari $400 juta dan $ 260 juta sejak kudeta, dengan sebagian besar perdagangan berasal dari badan usaha milik negara,” kata Tom Andrews waktu itu.

Dan pada bulan Januari 2023 lalu, amewrika Serikat menargetkan direktur utama dan wakil direktrur utamna Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar dengan sanksi, tetapi belum melangkah jauh terhadap perusahaan tersebut, meskipun ada desakan dari berbagai kelompok hak azasi manusia dan para pembangkang di Myanmar.

Para pejabat militer Myanmar sendiri tampaknya mengecilkan dampak dari sanksi-sanksi tersebut dan mengatakan bahwa berbagai serangan udara mereka sengaja menyasar kepada para pemberontak.

“Para pejabat militer Myanmar mengecilkan sanksi-sanksi yang diberikan dan menganggap remeh persoalan hak azasi manusia, itu suatu bukti bahwa mereka tertekan dan hanya sekedar untuk menutupi kekhawatiran dari dampak sanksi PBB maupun Amerika.Tapi sekali lagi, kita berharap PBB dapat berperan penting untuk mengambil langkah menjatuhkan sanksi lebih berat dengan mendesak Amerika untuk memblokir seluruh aset para penguasa junta Myanmar,” pungkas Imbang.(bar)

 

 

redaksi

No comment

Leave a Response